Perluasan Insentif Pajak, Indonesia Lawan COVID-19

Perluasan Insentif Pajak – Pandemi Covid-19 telah melanda Indonesia selama hampir tiga belas bulan sejak pemerintah mengkonfirmasi infeksi pertama di Indonesia pada 2 Maret 2020. Tidak hanya menyebabkan krisis kesehatan masyarakat, tetapi pandemi Covid-19 juga telah mengganggu aktivitas ekonomi nasional secara signifikan. Pemerintah Indonesia mengambil tindakan untuk memperluas insentif pajak untuk menjaga stabilitas ekonomi.

Keputusan pemerintah menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak April 2020 berdampak luas pada proses produksi, distribusi, dan kegiatan operasional lainnya, yang pada akhirnya mengarah pada kinerja ekonomi. Perekonomian Indonesia pada tahun 2020 akan tumbuh negatif. Angka pengangguran dan kemiskinan semakin meningkat. Berbagai regulasi telah dikeluarkan pemerintah untuk mengembalikan perekonomian nasional ke lintasan positif pascapandemi.

Berbagai kebijakan ekonomi telah ditetapkan untuk menahan dampak negatif Covid-19.

Perluasan Insentif Pajak – Sebagai reaksi atas dampak ekonomi dari COVID-19, Pemerintah Indonesia mencabut Peraturan Menteri Kesehatan No.44/PMK.03/2020 (PMK-44) dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Keuangan No.86/PMK.03/2020 (PMK-86), yang berlaku mulai 16 Juli 2020.

Daftar wajib pajak yang dapat menerima Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Pegawai, Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, Insentif Pajak Penghasilan Pasal 25, dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) telah diperluas dalam PMK-86 (PPN). Daftar wajib pajak yang memenuhi syarat telah diperluas untuk memasukkan wajib pajak yang memenuhi kriteria berikut:

  • Memiliki Klasifikasi Usaha (Klasifikasi Bidang Usaha/KLU) yang tercantum dalam Lampiran PMK-86;
  • Dinyatakan sebagai perusahaan yang diberikan Fasilitas Impor Untuk Keperluan Ekspor (KITE)
  • Memiliki izin sebagai penyelenggara dan/atau usaha di kawasan Kawasan Berikat (BZ).

Pengolahan dan pemurnian dimasukkan sebagai industri yang memenuhi syarat dalam PMK-44 sebelumnya, dan jumlah industri yang memenuhi syarat telah diperpanjang dalam PMK-86. KLU tertentu yang disebutkan dalam setiap Lampiran PMK-86 harus digunakan untuk menentukan layak atau tidaknya seorang wajib pajak. Daftar lengkapnya dapat ditemukan di tambahan PMK-86.

Perluas daftar pajak industri di PMK-86.

Lampiran A (terdiri dari 1.189 Klus) untuk insentif EIT Pasal 21, yang meliputi:

  • Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
  • Pertambangan dan Penggalian
  • Pengolahan/manufaktur
  • Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin
  • Pengadaan Air, Pengolahan dan Daur Ulang Sampah, Pembuangan dan Pembersihan Sampah dan Sampah
  • Konstruksi
  • Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Motor
  • Transportasi dan Gudang
  • Perabotan Akomodasi dan Perabotan Makan-Minum
  • Informasi dan Komunikasi
  • Layanan Keuangan dan Asuransi
  • Perumahan
  • Layanan Profesional, Ilmiah, dan Teknis
  • Sewa, Tenaga Kerja, Agen Perjalanan dan Jasa Penunjang Usaha Lainnya
  • Layanan Pendidikan
  • Layanan Kesehatan dan Kegiatan Sosial
  • Budaya, Hiburan, dan Rekreasi
  • Kegiatan Layanan Lainnya

Lampiran H (terdiri dari 721 Klus) PPh Pasal 22 atas impor dan insentif PPN, yang meliputi:

  • Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan
  • Pertambangan dan Penggalian
  • Pengolahan/manufaktur
  • Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin
  • Pengadaan Air, Pengolahan dan Daur Ulang Sampah, Pembuangan dan Pembersihan Sampah dan Sampah
  • Konstruksi
  • Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Motor
  • Transportasi dan Gudang
  • Perumahan

Lampiran M (terdiri dari 1.013 Klus) untuk insentif PPh Pasal 25 yang meliputi: Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan:

  • Pertambangan dan Penggalian
  • Pengolahan/manufaktur
  • Pengadaan Listrik, Gas, Uap/Air Panas, dan Udara Dingin
  • Pengadaan Air, Pengolahan dan Daur Ulang Sampah, Pembuangan dan Pembersihan Sampah dan Sampah
  • Konstruksi
  • Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi dan Perawatan Mobil dan Motor
  • Transportasi dan Gudang
  • Perabotan Akomodasi dan Perabotan Makan-Minum
  • Informasi dan Komunikasi
  • Layanan Keuangan dan Asuransi
  • Perumahan
  • Layanan Profesional, Ilmiah, dan Teknis
  • Sewa, Tenaga Kerja, Agen Perjalanan dan Jasa Penunjang Usaha Lainnya
  • Layanan Pendidikan
  • Layanan Kesehatan dan Kegiatan Sosial
  • Budaya, Hiburan, dan Rekreasi
  • Kegiatan Layanan Lainnya
Related Article:  Protokol Covid 19 Cegah Varian Omicron - Kebijakan Indonesia

Perluasan Insentif pajak dalam PMK-86 masih sama dengan PMK-44 yaitu sebagai berikut:

  1. Bagi Wajib Pajak yang memenuhi syarat, PPh Pasal 21 bagi pegawai dengan penghasilan tahunan tidak lebih dari Rp200 juta menjadi beban pemerintah.
  2. Pembebasan PPh pasal 22 atas impor oleh Wajib Pajak yang berhak.
  3. Pengurangan 30% atas angsuran bulanan PPh Pasal 25 dari Wajib Pajak yang berhak.
  4. Pengembalian PPN pendahuluan akan tersedia untuk wajib pajak yang memenuhi syarat yang meminta pengembalian dana maksimum Rp 5 miliar.

Insentif ini tersedia untuk periode April – Desember 2020 tetapi umumnya berlaku sejak saat pemberitahuan atau penerapan insentif oleh Wajib Pajak.

Pada 30 April 2020, Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) merilis Surat Edaran No.SE-29/PJ/2020 (SE-29) sebagai acuan pengenalan PMK-86. Sesuai SE-29, insentif PPh Pasal 25 yang diajukan paling lambat 15 Mei 2020, dan insentif EIT Pasal 21 yang disampaikan paling lambat 20 Mei 2020, juga akan digunakan mulai April 2020. persyaratan pemberitahuan, proses aplikasi dan laporan realisasi tetap sama. Kecuali Pasal 21 EIT yang sebelumnya harus dilaporkan setiap triwulan, kini menjadi bulanan.

Perpanjangan Insentif Pajak Final untuk UKM

Selain menambah jumlah wajib pajak yang memenuhi syarat, PMK-86 memasukkan insentif baru untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) yang dikenakan tarif pajak penghasilan final 0,5 persen. Rezim pajak final 0,5 persen berlaku untuk wajib pajak dengan peredaran bruto tahunan tidak lebih dari Rp 4,8 miliar, menurut Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 2018 (GR-23)

Pemerintah akan menanggung pajak final di bawah rezim ini dari April hingga Desember 2020, menurut PMK-86. Rezim pajak final 0,5% berlaku untuk wajib pajak dengan peredaran bruto tahunan tidak lebih dari Rp 4,8 miliar.

Pada tanggal 20 bulan berikutnya, wajib pajak yang memenuhi syarat wajib membuat laporan realisasi bulanan atas pajak final yang ditanggung pemerintah. PMK-86 menetapkan proses operasi yang lebih spesifik untuk semua wajib pajak dan pemegang pajak yang memenuhi syarat.

Perluasan transisi pajak

Pemerintah telah menetapkan beberapa ketentuan peralihan mengenai perubahan dari PMK-44 menjadi PMK-86 yaitu sebagai berikut: Mengenai penggunaan Insentif PPh Pasal 21 EIT dan PPh Pasal 25 berdasarkan PMK-44 tidak perlu mengembalikan pemberitahuan yang sama berdasarkan PMK-86.

Wajib Pajak yang telah mengajukan atau memberikan SKB PPh Pasal 22 atas impor berdasarkan PMK-44 tidak perlu mengajukan kembali SKB berdasarkan PMK-86. Mereka yang telah mendapatkan insentif pajak berdasarkan PMK-44 dapat terus menikmati insentif tersebut.

Untuk Daftar Investasi positif yang lebih lengkap silahkan hubungi Double M.